Jumlah anak yang meninggal akibat Covid 19 kian hari makin bertambah. Bahkan menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan, setiap satu minggu setidaknya terdapat dua anak yang meninggal karena Covid 19. Angka tersebut merujuk pada data yang dihimpun jejaring dokter anak se Indonesia itu sejak 14 pekan lalu. "Setiap minggu ada dua anak yang meninggal," kata Aman dalam webinar Kajian Kesiapan Pembelajaran Tatap Muka di Provinsi DKI Jakarta yang disiarkan secara live di kanal Youtube Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Sabtu (26/6/2021).
Aman menerangkan, hingga saat ini jumlah anak yang terinfeksi Covid 19 sebanyak 12,3 persen dari kasus kumulatif nasional. Sebanyak 2,5 persen di antaranya merupakan anak usia 0 5 tahun, sementara 9,5 persen lainnya merupakan anak usia 6 18 tahun. Aman memprediksi saat ini jumlah anak yang terinfeksi Covid 19 sudah sekitar 200 ribuan. Namun, jumlah yang terdaftar di IDAI hanya sekitar 100 ribuan anak.
"Berarti banyak sekali anak anak ini belum terdeteksi dan bisa tiba tiba datang ke IGD, parah, dan meninggal," kata Aman. IDAI kata Aman telah memantau kasus kasus Covid 19 pada anak sejak wabah yang menjadi pandemi global itu melanda pada 2020 silam. Mereka pun mandiri mengumpulkan data dari seluruh jejaring dokter anak se Indonesia.
Data tersebut, terus memutakhirkannya saban Senin ketika para anggota IDAI berkumpul setidaknya selama dua jam. "Kebetulan kita mengikuti setiap Minggu, sejak Maret 2020 setiap hari Senin seluruh ketua cabang IDAI dengan PIC kita kumpul minimal 2 jam membahas, karena kita tidak dapat data dari pemerintah, akhirnya kita dapat data dari seluruh dokter anak," ujarnya. Mulanya kata Aman, banyak pihak yang menyebut bahwa Covid 19 tidak bisa menginfeksi anak anak dan mereka tidak bisa meninggal karena virus ini.
IDAI bahkan sempat dituding sebagai organisasi masyarakat (Ormas) yang menyebarkan ketakutan. Namun, pada kenyataannya grafik data anak yang terpapar Covid 19 terus naik dan tidak menunjukkan adanya penurunan. Selain itu, dari grafik tersebut juga tidak menunjukkan adanya gelombang kedua.
"Sejak Maret (2020), IDAI sudah mengatakan anak bisa Covid dan anak bisa meninggal," tutur Aman. Aman menyebut lebih dari 50 persen anak yang meninggal masih berusia balita dan 30 persen di antaranya berusia 10 18 tahun. Menurutnya, orang tua kerap mengalami kesulitan saat mengatur anak anak yang berusia belasan tahun ini bersekolah.
Oleh karena itu, IDAI menyayangkan masih ada pihak pihak yang mendebat perihal kematian anak karena Covid tersebut. Ia bahkan menantang orang yang meremehkan data kematian anak ini ke pemakaman guna melihat berapa pusara tempat anak anak dikuburkan. "Bagi kami sebetulnya satu anak pun tidak boleh ada yang meninggal," ujar Aman.
Di sisi lain hasil penelitian Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman mengungkapkan temuan dan fakta bahwa 67,3 persen anak Indonesia yang terpapar virus corona tidak menunjukkan adanya gejala. "Dari 208 anak, sebanyak 140 pasien positif Covid 19 tidak mempunyai gejala," sebagaimana dikutip dari akun Instagram @eijkmannstitute, Sabtu (26/6/2021). Sejak Maret hingga November 2020, Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio dan koleganya telah meneliti 1.973 sampel anak anak dengan usia di bawah 18 tahun.
Dari jumlah tersebut, mereka menemukan 208 anak terpapar Covid 19. Dari temuan Eijkman, hanya 32,7 persen atau 68 anak anak positif Covid 19 yang menunjukkan adanya gejala. Adapun sejumlah gejala yang paling banyak dilaporkan oleh sejumlah pasien Covid 19 di Indonesia menurut laporan Eijkman yakni: batuk 57,4 persen, kelelahan 39,7 persen, dan demam 36,8 persen.
Selain itu, Eijkman juga menemukan bahwa dari 208 anak yang terpapar Covid 19 itu, hanya 15 pasien yang menunjukkan adanya gejala sesak nafas. Diketahui, gejala ini paling banyak dilaporkan pada pasien dewasa. "Pneumonia yang dikonfirmasi oleh X ray lebih banyak ditemukan pada kelompok usia 1 5 tahun (77 persen) dan 6 10 tahun (66,7 persen)," tulis Eijkman.
Meski mayoritas anak anak yang terpapar Covid 19 tidak bergejala atau hanya memiliki gejala ringan, Eijkman memberi catatan bahwa anak anak yang terinfeksi virus corona itu memiliki peran yang sangat besar dalam penularan Covid 19. "Anak anak positif Covid 19 mempunyai peran yang sangat besar pada transmisi virus SARS CoV 2 di suatu populasi," jelas Eijkman. Berdasarkan data Satgas Covid 19 pada 11 Juni, setidaknya 1,2 persen anak Indonesia di bawah usia 18 tahun meninggal akibat terpapar Covid 19. Jika dihitung dari jumlah kasus kumulatif, jumlah anak anak yang meninggal sekitar 630 orang.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini Kementerian Kesehatan tengah mengkaji penggunaan vaksin covid 19 Sinovac dan Pfizer untuk usia anak dan remaja di bawah 18 tahun. Kajian itu juga menyusul banyaknya temuan pasien virus corona usia muda yang mengalami perburukan kondisi. Sementara ketentuan program vaksinasi nasional yang berjalan saat ini masih menyasar sebanyak 60 70 persen penduduk Indonesia atau sebanyak 181.554.465 warga usia di atas 18 tahun.
"Kita sedang mengkaji vaksin vaksin mana yang sudah memiliki EUA (Izin Penggunaan Darurat) untuk usia muda. Yang sudah kita amati ada dua di list kita, satu Sinovac yang bisa umur 3 17 tahun dan satu lagi Pfizer yang bisa umur 12 17 tahun," kata Budi dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Jumat (25/6/2021). Budi melanjutkan, saat ini pihaknya masih melakukan kajian mendalam dan koordinasi bersama Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI). Ia juga menyebut Kemenkes sedang melakukan studi khusus soal vaksinasi pada anak, yang diharapkan dalam waktu dekat dapat segera dirilis.
Tak hanya itu, Budi juga menyebutkan bahwa pihaknya saat ini masih melihat perkembangan data dari vaksinasi yang dilakukan pada anak anak di sejumlah negara lain, baik terkait efektivitas, juga efek samping. Namun demikian, ia juga menyebut berdasarkan penelitian di berbagai negara dari Eropa hingga Asia, anak terpapar covid 19 dengan usia di bawah 18 tahun memiliki persentase kesembuhan tinggi daripada kelompok usia di atas 18 tahun. "Sehingga kita bisa mengeluarkan keputusan yang komprehensif berdasarkan data yang ada di kita, data policy di negara lain dan data ilmiah kesehatan, EUA yang sudah diberikan terhadap perusahaan vaksin tersebut," ungkapnya.