Kementerian Kesehatan menegaskan vaksinasi dosis ketia atau tambahan (booster) hanya diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes) dan tenaga pendukung kesehatan. "Suntikan ketiga atau booster hanya diperuntukan untuk tenaga kesehatan, termasuk tenaga pendukung kesehatan," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid 19 Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmidzi, dalam keterangan resmi Kementerian Kesehatan, Senin (2/8/2021) pagi. Ia mengatakan, ketentuan ini berlaku bagi nakes yang sebelumnya telah menjalani vaksinasi dosis pertama dan kedua.
Jumlah nakes maupun pendukung nakes yang dibidik untuk vaksinasi booster ini diperkirakan mencapai sekitar 1,5 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Nadia menjelaskan beberapa faktor mengapa nakes diprioritaskan untuk menerima vaksinasi booster. Di antaranya keterbatasan pasokan vaksin dan masih ada sekitar lebih dari 160 juta target penduduk yang belum mendapatkan vaksinasi.
Karena itu, katanya, vaksinasi booster tidak diberikan kepada masyarakat umum. "Kami memohon agar publik dapat menahan diri untuk tidak memaksakan kepada vaksinator untuk mendapatkan vaksin ketiga," ujar dr Nadia. "Masih banyak saudara saudara kita yang belum mendapatkan vaksin, mohon untuk tidak memaksakan kehendak," kata dr Nadia.
Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor: HK.02.01/1/1919/2021 tentang Vaksinasi Dosis Ketiga Bagi Seluruh Tenaga Kesehatan, Asisten Tenaga Kesehatan dan Tenaga Penunjang yang Bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Rekomendasi yang diberikan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) saat ini adalah booster bisa menggunakan platform yang sama maupun berbeda. Merek vaksin yang digunakan untuk booster ini merupakan jenis yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dari vaksin Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna dan Pfizer yang telah mendapatkan EUA, katanya, pemerintah memutuskan untuk menggunakan vaksin Moderna yang menggunakan platform mRNA. "Kita dapat menggunakan platform yang sama atau berbeda untuk vaksinasi dosis ketiga. Pemerintah telah menetapkan akan menggunakan vaksin Covid 19 Moderna untuk suntikan ketiga untuk tenaga kesehatan, dikarenakan kita tahu bahwa efikasi dari Moderna ini paling tinggi dari seluruh vaksin yang kita miliki saat ini," kata dr Nadia. Meski demikian, katanya, pemberian vaksin booster ini tetap akan memperhatikan kondisi kesehatan nakes.
Seperti reaksi alergi, maka tidak boleh mendapatkan vaksin dengan platform mRNA. Namun nakes tetap bisa menggunakan jenis vaksin yang sama dengan saat penerimaan dosis pertama dan kedua. Vaksin Moderna yang akan digunakan sebagai booster untuk tenaga kesehatan ini berkode mRNA 1273.
Metode penyuntikkannya dilakukan secara intramuskular dengan dosis 0,5 ml sebanyak 1 kali. Vaksin ini tersedia dalam bentuk suspensi beku dengan kemasan 14 dosis per vial. Sedangkan penyimpanan, distribusi maupun penggunaan vaksin ini telah diatur dalam SE Ditjen P2P No. HK.02.01/1/1919/2021.
Vaksin ini perlu disimpan secara terpisah dalam rak atau keranjang vaksin yang berbeda agar tidak tertukar dengan vaksin yang rutin diberikan kepada masyarakat seperti Sinovac maupun AstraZeneca. Selain itu, ini juga dilakukan untuk menghindari kerusakan. Vaksinasi booster bagi nakes ini telah dimulai pada 23 Juli 2021 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, kemudian dilanjutkan di unit pelaksana teknis vertikal Kemenkes, khususnya di rumah sakit vertikal. Lalu akan secara bertahap dilaksanakan di seluruh fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia.
Dr Nadia, yang juga sebagai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, berharap vaksinasi booster ini bisa dilaksanakan segera sehingga akan cepat selesai. Ia mengingatkan Kepala Dinas Kesehatan, Drektur rumah sakit atau puskesmas, pimpinan klinik maupun pimpinan fasyankes untuk segera melakukan perbaikan data ke Kemenkes jika ada ketidaksesuaian data penerima vaksinasi booster. "Kalau dia adalah tenaga kesehatan tapi tidak tercatat atau dia tercatat misalnya di pemberi pelayanan publik, maka dia bisa melakukan perubahan data ke Badan PPSDM Kesehatan melalui email [email protected] untuk melakukan perbaikan data," ujar Nadia.
Survei BPS Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sebagian besar responden atau publik belum melakukan vaksinasi karena takut akan efek samping setelah vaksinasi. "20 persen dari responden yang belum melakukan vaksin itu, khawatir dengan efek samping dan juga tidak percaya dengan efektivitas vaksin," kata Kepala BPS Margo Yuwono secara virtual, Senin (2/8/2021).
Survei BPS terkait Perilaku Masyarakat pada Masa Pandemi Covid 19 dilakukan periode 13 20 Juli 2021, dengan 212.762 responden. Hasil survei memperlihatkan, ada 32,5 persen dari responden yang belum divaksin itu karena alasan faktor kesehatan, ibu hamil, sarana dan akses jalan sulit. Kemudian, 15,8 persen belum melakukan vaksin karena khawatir efek samping, dan 4,2 persen tidak ingin vaksin karena tidak percaya efektivitas vaksin.
Lalu, ada 26,3 persen responden masih mencari lokasi yang menyediakan kuota vaksinasi, dan 21,2 persen sudah terjadwal tetapi memang belum waktunya melakukan vaksinasi. "Informasi yang dihasilkan merupakan gambaran individu yang berpartisipasi dalam survei online BPS, dan tidak mewakili kondisi seluruh masyarakat suatu daerah atau seluruh Indonesia," kata Margo. Survei yang dilaksanakan BPS menggunakan metode non probality sampling yang disebarkan secara berantai (snowball).
Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.